Tips PRAKTIS MenuLis (3)

Ø  Don’t tell it, SHOW IT!
Ya, jangan hanya katakkan, tapi tunjukkan. Apa maksudnya? Bila kita nonton film, tentu saja tak ada narasi, bahwa tokoh Jebrak lagi sedih, sedangkan Blegudik masih marah misalnya. Tapi kita langsung mengerti dari perilaku dan akting tokoh-tokoknya. Bahkan kadang terbawa emosi, sebab aktornya berakting sangat bagus.
Nah, terutama dalam menulis cerita, kita harus dapat menunjukkan emosi tokoh-tokohnya. Sekedar mengatakan bahwa Jebrak Sedih, Blegudik Marah, si Timbul bahagia, atau si Tenggelam sengsara, tentu garing. Gak ada rasanya. Dalam bahasa iklan jadul itu, pembaca akan berteriak; Mana EKSPRESINYA???
Pun ketika disangat-sangatkan, seringkali justru tambah garing. Jebrak sangat sediih.... sekali. Blegudik begitu geram melihat tingkah istrinya. Masih saja garing kan? Sungguh tak cukup mengatakan; Minto sedih sekali, marah dan galau mendenger berita pernikahan kekasihnya dengan Pak Bejo. Bandingkan dengan penggalan cerpen Peluru Nasib yang pernah aku tulis. Cerpen ini merupakan salah tulisan dalam buku Bercerita Hujan.
Minto kalap mendengar kabar itu. Ia mengambil parang, hendak menggorok leher sendiri. Tapi tak kuasa. Tidak, aku takkan mati untuk ini. Bedebah!
Dilemparnya parang itu ke gambar Marni yang nempel pada tembok bambu. Parang itu jatuh ke lantai tanah dan gambar Marni robek di Pipi. Didekatinya gambar itu. “Marni… kau brengsek! Brengsek! Kau brengseekk!” Dipukulinya gambar Marni berulang dan, “Brakk!.” Minto kaget oleh genting yang jatuh akibat goyangan tembok yang dipukulinya. Ditatapnya lagi gambar Marni. Sekali lagi Minto hendak memukul Marni dalam gambar itu, tepat di mukanya. Tapi tangannya tertahan dan bergetar. Minto menyentuhkan jari-jari kasarnya ke pipi Marni yang robek, dengan lembut. “Marni…, aku mencintaimu….”
Demikian pula dalam menggambarkan karakter tokoh ataupun latar cerita, kit harus dapat memvisualisasikannya. Tak cukup mengatakan bahwa kamar Jebrak berantakan. Tapi tunjukkan bawa pada dinding-dinding kamar Jebrak terdapat tempelan-tempelan gambar tua yang sudah pada robek, kertas-kertas bertuliskan agenda, catatan dan resolusi hidupnya. Termasuk nota-nota dan kuitansi yang dia simpan pada paku yang menempel dekat sakelar. Di atas kasurnya bantal guling tak tertata, selimut tak dilipat, ditambah tumpukan buku, juga mainan anaknya yang bertaburan. Ada boneka Bernard, mobil-mobilan, ketas lipat, HP-Hpan, kipas-kipasan, gasing, yoyo, kelereng dan beraneka mainan lainnya. Belum lagi tas besar yang teronggok, juga Leptop plus chargernya yang ditaruh sembarang. Sementara botol minyak kayu putih tertindih kaki Bernad. Semua tumplek di atas kasurnya yang hanya berukuran 1,2 x 1,7 meter itu.

Semakin detail kita gambarkan, semakin terbayang dan terasa oleh pembaca. Cerita jadi hidup. Oke. Selamat MENUlis!

Engkau pengen jadi PENULIS? Ikuti Kurus Menulis Buku. Insya Allah, banyak banget manfaat kan kau dapat. Lebih lengkap, baca di sini.


0 komentar:

  © Blogger template Writer's Blog by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP